fenomena kerusakan hutan
Fenomena yang terjadi kebakaran hutan di Indonesia, tidak
hanya membahayakan untuk mahluk sekitarnya, tapi juga mendatangkan kerugian
yang tidak sedikit. "Pada kejadian kebakaran berskala besar di tahun
1997-98, diestimasikan sekitar 10 juta hektar lahan yang rusak atau terbakar,
dengan kerugian untuk Indonesia terhitung 3 milyar dollar Amerika. Kejadian ini
sekaligus melepaskan emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 0,81-2,57 Gigaton
karbon ke atmosfer (setara dengan 13-40% total emisi karbon dunia yang
dihasilkan dari bahan bakar fosil per tahunnya) yang berarti menambah
kontribusi terhadap perubahan iklim dan pemanasan global."....Penyebab
utama dari kebakaran hutan dan lahan adalah ulah manusia yang menggunakan api
dalam upaya pembukaan hutan dan lahan untuk hutan tanaman industri/HTI,
perkebunan, pertanian, dan lain-lain.
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan dan lahan seakan sudah menjadi "tradisi" tahunan di
Indonesia terutama setiap kali musim kemarau datang. Pada kejadian kebakaran berskala
besar di tahun 1997-98, diestimasikan sekitar 10 juta hektar lahan yang rusak
atau terbakar, dengan kerugian untuk Indonesia terhitung 3 milyar dollar
Amerika. Kejadian ini sekaligus melepaskan emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak
0,81-2,57 Gigaton karbon ke atmosfer (setara dengan 13-40% total emisi karbon
dunia yang dihasilkan dari bahan bakar fosil per tahunnya) yang berarti
menambah kontribusi terhadap perubahan iklim dan pemanasan global.
Dampak penting dari kebakaran hutan dan lahan sangat dirasakan terutama oleh
masyarakat yang menggantungkan hidupnya kepada hutan, satwa liar (seperti
gajah, harimau dan orang utan) yang kehilangan habitatnya, sektor transportasi
karena terganggunya jadwal penerbangan dan juga masyarakat secara keseluruhan
yang terganggu kesehatannya karena terpapar polusi asap dari kebakaran.
Tercatat sekitar 70 juta orang di enam Negara di lingkup ASEAN terganggu
kesehatannya karena menghirup asap yang diekspor dari kebakaran di Indonesia
pada tahun 1997-98.
Penyebab utama dari kebakaran hutan dan lahan adalah ulah manusia yang
menggunakan api dalam upaya pembukaan hutan dan lahan untuk hutan tanaman
industri/HTI, perkebunan, pertanian, dll (lihat Gambar 1). Selain itu,
kebakaran diperparah akibat meningkatnya pemanasan global itu - kemarau
ekstrim, yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim El NiƱo, memberikan
kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Setiap tahunnya dalam
musim kemarau, hampir berturut-turut, kejadian kebakaran hutan dan lahan
berulang dengan berbagai tingkatan. Pada tahun 2002 dan 2005, kebakaran hutan
dan lahan terjadi kembali dengan skala yang cukup besar terutama diakibatkan
oleh konversi hutan di lahan gambut.
Dari data yang terkumpul terhitung sejak 1997-98, rata-rata 80% kebakaran hutan
dan lahan terjadi di lahan gambut. Data yang dianalisis WWF-Indonesia
menunjukkan bahwa di Provinsi Kalimantan Tengah mayoritas kejadian kebakaran
hutan dan lahan pada tahun 2002-2003 terjadi di lahan gambut sedangkan di
Provinsi Riau dalam periode tahun 2001-2006, sekitar 67% hotspots (titik panas)
terjadi di lahan gambut. Data terakhir berdasarkan pantauan koalisi LSM di
Riau, Eyes on the Forest, antara 1-31 Juli 2006, terdapat 56% titik panas yang
ditemukan di Provinsi Riau, terdapat pada lahan gambut. Pada periode yang sama,
hampir 30% dari titik panas yang terdeteksi di Kalimantan Barat juga terdapat
pada tanah gambut.
Hutan pada lahan gambut mempunyai peranan penting dalam penyimpanan karbon (30%
kapasitas penyimpanan karbon global dalam tanah) dan moderasi iklim sekaligus
memberikan manfaat keanekaragaman hayati, pengatur tata air, dan pendukung
kehidupan masyarakat. Indonesia memiliki 20 juta ha lahan gambut yang terutama
terletak di Sumatera (Riau memiliki 4 juta ha) dan Kalimantan. Pondasi utama
dari lahan gambut yang baik adalah air. Bila terjadi pembukaan hutan gambut
maka hal ini akan mempengaruhi unit hidrologinya. Dengan sifat gambut yang
seperti spons (menyerapair), maka pada saat pohon ditebang dan lahannya dibuka,
akan terjadi subsidensi sehingga tanah gambut yang sifatnya hidropobik tidak
akan dapat lagi menyerap air dan kemudian mengering. Dalam proses ini,
terjadilah pelepasan karbon dan sekaligus mengakibatkan lahan gambut rentan
terhadap kebakaran yang pada gilirannya dapat menyumbangkan pelepasan emisi
karbon lebih lanjut.
Menurut Data Kementerian Lingkungan Hidup, diperkirakan lahan gambut di Riau
saja menyimpan kandungan karbon sebesar 14.605 juta ton. Bila pembukaan lahan
gambut dibiarkan apalagi diikuti dengan pembakaran hutan dan lahan, maka dapat
dibayangkan berapa banyak karbon yang terlepas ke atmosfer dan pemanasan global
ataupun perubahan iklim menjadi lebih cepat terjadi sekaligus dampak ikutan
seperti asap dan lainnya akan terus dirasakan oleh masyarakat setiap tahunnya.
Untuk itu, WWF-Indonesia menghimbau pihak pemerintah, swasta dan masyarakat
luas untuk bersama-sama berbuat mencegah kejadian kebakaran hutan dan lahan
terutama:
* Pembukaan lahan gambut harus dihentikan dan semua lahan gambut harus
dilindungi dan dikelola secara seksama dengan memperhatikan tata hidrologi
secara makro dan potensi lepasnya emisi karbon ke atmosfer.
* Sektor swasta harus menerapkan praktek pengelolaan lestari dan bertanggung
jawab, termasuk meniadakan pembakaran lahan dan melindungi daerah-daerah yang
memiliki keanekaragaman hayati disekitar konsesi mereka.
* Harus ada mekanisme terpadu untuk mengkoordinasi pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan, mensinergikan dan menerapkan peraturan terutama
terkait perlindungan lingkungan.
* Masyarakat setempat harus diberdayakan oleh pemerintah dan sektor swasta
dalam pengelolaan lahan yang lestari, terutama membantu petani/pekebun skala
kecil dalam proses transfer ilmu dan teknologi untuk menerapkan pembukaan lahan
tanpa bakar.
Catatan :
"Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat
mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya
sebesar 72 persen [World Resource Institute, 1997]. Penebangan hutan Indonesia
yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya
penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode
1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000
menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah
satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia
berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta
hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam
kawasan hutan. [Badan Planologi Dephut, 2003]. "
"....Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian
besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana,
baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor" Hutan Indonesia Menjelang
Kepunahan Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan
Indonesia memiliki
Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat
mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya
sebesar 72 persen [World Resource Institute, 1997]. Penebangan hutan Indonesia
yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya
penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode
1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000
menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah
satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia
berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta
hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam
kawasan hutan. [Badan Planologi Dephut, 2003].
Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan
masih sekitar 9 juta hektar. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di
Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa.
Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa oleh pohon tinggal 4 %. Pulau Jawa
sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik
setiap tahunnya.
Dampak Kerusakan Hutan
Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar
kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, baik
bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor. Sejak tahun 1998 hingga pertengahan
2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022
korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85% dari bencana tersebut
merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan [Bakornas
penanggulangan Bencana, 2003].
Selain itu, Indonesia juga akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang
selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sementara itu, hutan Indonesia
selama ini merupakan sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia. Hutan
merupakan tempat penyedia makanan, penyedia obat-obatan serta menjadi tempat
hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Dengan hilangnya hutan di
Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan sumber makanan dan obat-obatan.
Seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan Indonesia, menunjukkan semakin
tingginya tingkat kemiskinan rakyat Indonesia, dan sebagian masyarakat miskin
di Indonesia hidup berdampingan dengan hutan.
Apa hanya itu?
Hutan Indonesia juga merupakan paru-paru dunia, yang dapat menyerap karbon dan
menyediakan oksigen bagi kehidupan di muka bumi ini. Fungsi hutan sebagai
penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan hutan
yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi
kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan.
Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian
masyarakat.
Mengapa Hutan Kita Rusak?
Industri perkayuan di Indonesia memiliki kapasitas produksi sangat tinggi
dibanding ketersediaan kayu. Pengusaha kayu melakukan penebangan tak terkendali
dan merusak, pengusaha perkebunan membuka perkebunan yang sangat luas, serta
pengusaha pertambangan membuka kawasan-kawasan hutan.
Sementara itu rakyat digusur dan dipinggirkan dalam pengelolaan
hutan yang mengakibatkan rakyat tak lagi punya akses terhadap hutan mereka. Dan
hal ini juga diperparah dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana hutan
dianggap sebagai sumber uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan pribadi
dan kelompok.
Bagaimana itu terjadi?
Penebangan hutan di Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak akhir
tahun 1960-an, yang dikenal dengan banjir-kap, dimana orang melakukan
penebangan kayu secara manual. Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun
1970. Dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya ijin-ijin pengusahaan hutan tanaman
industri di tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land clearing). Selain
itu, areal hutan juga dialihkan fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala
besar yang juga melakukan pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan
transmigrasi dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan.
Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai, pemerintah daerah membagi-bagikan
kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala
kecil. Di saat yang sama juga terjadi peningkatan aktivitas penebangan hutan
tanpa ijin yang tak terkendali oleh kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal
(cukong) yang dilindungi oleh aparat pemerintah dan keamanan. Upaya Yang
Dilakukan Pemerintah Indonesia melalui keputusan bersama Departemen Kehutanan
dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan sejak tahun 2001 telah
mengeluarkan larangan ekspor kayu bulat (log) dan bahan
baku serpih. Dan di tahun 2003, Departemen Kehutanan telah menurunkan jatah
tebang tahunan (jumlah yang boleh ditebang oleh pengusaha hutan) menjadi 6,8
juta meter kubik setahun dan akan diturunkan lagi di tahun 2004 menjadi 5,7
juta meter kubik setahun. Pemerintah juga telah membentuk Badan Revitalisasi
Industri Kehutanan (BRIK) yang bertugas untuk melakukan penyesuaian produksi
industri kehutanan dengan ketersediaan bahan baku dari hutan. Selain itu,
Pemerintah juga telah berkomitmen untuk melakukan pemberantasan illegal logging
dan juga melakukan rehabilitasi hutan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan (GNRHL)
yang diharapkan di tahun 2008 akan dihutankan kembali areal seluas tiga juta
hektar.
Hasil Yang Diperoleh apakah maksimal ?
Sayangnya Pemerintah masih menjalankan itu semua sebagai sebuah
ucapan belaka tanpa adanya sebuah realisasi di lapangan. Hingga tahun 2002
masih dilakukan ekspor kayu bulat yang menunjukkan adanya pelanggaran dari
kebijakan pemerintah sendiri. Dan pemerintah masih akan memberikan ijin
pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman seluas 900-an ribu hektar kepada
pengusaha melalui pelelangan. Pemerintah juga belum memiliki perencanaan
menyeluruh untuk memperbaiki kerusakan hutan melalui rehabilitasi, namun
kegiatan tersebut dipaksakan untuk dilaksanakan, yang tentunya
akan mengakibatkan terjadinya salah sasaran dan kemungkinan terjadinya
kegagalan dalam pelaksanaan.
Hal yang terpenting dan belum dilakukan pemerintah saat ini adalah menutup
industri perkayuan Indonesia yang memiliki banyak utang. Pemerintah juga belum
menyesuaikan produksi industri dengan
kemampuan penyediaan bahan baku kayu bagi industri oleh hutan. Hal ini dapat
mengakibatkan kegiatan penebangan hutan tanpa ijin akan terus berlangsung.
Dan dengan hanya menurunkan jatah tebang tahunan, maka kita masih belum bisa
membedakan mana kayu yang sah dan yang tidak sah. Bila saja pemerintah untuk
sementara waktu menghentikan pemberian
jatah tebang, maka dapat dipastikan bahwa semua kayu yang keluar dari hutan
adalah kayu yang tidak sah atau illegal, sehingga penegakan hukum bisa
dilakukan.
Apa yang seharusnya dilakukan?
Untuk menghentikan kerusakan hutan di Indonesia, maka pemerintah harus mulai
serius untuk tidak lagi mengeluarkan ijin-ijin baru pengusahaan hutan,
pemanfaatan kayu maupun perkebunan, serta melakukan penegakan hukum terhadap
pelaku ekspor kayu bulat dan bahan baku serpih. Pemerintah juga harus melakukan
uji menyeluruh terhadap kinerja industri kehutanan dan melakukan penegakan
hukum bagi industri yang bermasalah. Setelah tahapan ini, perlu dilakukan
penataan kembali kawasan hutan yang rusak dan juga menangani dampak sosial
akibat penghentian penebangan hutan, misalkan dengan mempekerjakan pekerja
industri kehutanan dalam proyek penanaman pohon.
Kemudian, bila telah tertata kembali sistem pengelolaan hutan, maka pemberian
ijin penebangan kayu hanya pada hutan tanaman atau hutan yang dikelola
berbasiskan masyarakat lokal. Selama penghentian sementara [moratorium]
dijalankan, industri-industri kayu tetap dapat jalan dengan cara mengimpor
bahan baku kayu. Untuk memudahkan pengawasan tersebut, maka jenis kayu yang
diimpor haruslah berbeda dengan jenis kayu yang ada di Indonesia. Dan yang
terpenting adalah mengembalikan kedaulatan rakyat dalam pengelolaan hutan,
karena rakyat Indonesia sejak lama telah mampu mengelola hutan Indonesia.
Dapatkah individu membantu?
Ya, dengan melakukan lobby, menulis surat ataupun melakukan tekanan kepada
pemerintah agar serius menjaga hutan Indonesia yang tersisa. Selain itu,
lakukan pengawasan terhadap peredaran kayu di wilayah terdekat, dan berikan
laporan kepada Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) terdekat ataupun
lembaga non pemerintah lainnya dan kepada instansi penegak hukum, serta media
massa, bila menemukan terjadinya peredaran kayu tanpa ijin maupun kegiatan
pengrusakan hutan. Dan mulailah menanam pohon untuk kebutuhan kayu keluarga di
masa datang, memanfaatkan kayu dengan bijak dan tidak lagi membeli kayu-kayu
hasil penebangan yang merusak hutan.
Kebakaran Hutan Terbesar di Dunia
BELUM pernah ada polusi asap di sepanjang sejarah dunia sebesar yang dihasilkan
kebakaran hutan di Indonesia tahun 1997/1998. Kebakaran hutan tahun 1997/ 1998
memang paling besar jika dibandingkan dengan peristiwa kebakaran yang pernah
terjadi sebelumnya.
Tahun 1997, kebakaran hanya 263.992 hektar hutan di 25 provinsi, terdiri dari
hutan tanaman industri (HTI), hutan sekunder, dan padang alang-alang. Tahun
1998 ini kebakaran hutan seluas 520.000 hektar melanda Kaltim, Aceh, Sumut,
Sumsel, Riau, Sulut, Kalteng, dan Maluku. Kebakaran di Kaltim terbesar pada
areal HPH (315.132 hektar) dan HTI seluas 95.593 hektar.
Dari beberapa faktor dominan yang mempengaruhi kebakaran, seperti sumber api,
kegiatan pembukaan lahan, faktor sosial, budaya dan ekonomi, curah hujan, dan
keterjangkauan wilayah daerah rawan kebakaran menjadi I hingga IV. Kebakaran
terbesar tahun 1998 yang terjadi di Kalimantan Timur menimbulkan kerugian
sekitar Rp 10 trilyun.
Data dari Ringkasan Eksekutif Kantor Menteri Lingkungan Hidup menggambarkan,
dilihat dari jenis hutan dan lahan yang terbakar tahun 1998, memperkuat asumsi
bahwa penyebab utama kebakaran adalah pembukaan lahan secara besar-besaran.
Dari 507.239,5 hektar hutan dan lahan yang terbakar tahun 1998, sebagian besar
yaitu 315.132 hektar adalah lahan HPH. Lahan/ladang masyarakat yang terbakar hanya
1.857 hektar dan kebun masyarakat 10.758 hektar. Sisanya adalah lahan hutan,
terutama hutan Taman Nasional Kutai.
Kebakaran tahun 1998 di Kaltim tidak hanya akibat kemarau panjang (El Nino),
tetapi juga karena sikap dan kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi
cuaca masih rendah. Akibat El Nino yang masih kuat, sebagian Kaltim, terutama
kawasan Kabupaten Kutai, belum mendapatkan hujan sejak Desember tahun 1997.
Mengetahui bahwa hujan telah jatuh di provinsi lain, masyarakat Kaltim mulai
membakar lahan untuk berbagai aktivitas, tanpa menyadari bahwa El Nino di
daerah mereka belum berakhir.
Berdasarkan data kebakaran hutan dari tahun 1984 sampai dengan 1997, serta
analisis kebakaran hutan dan lahan tahun 1998, terlihat bahwa Pulau Sulawesi,
Maluku, dan Irian Jaya tidak mengalami kebakaran sesering Sumatera, Kalimantan,
dan Jawa.
Kemungkinan besar tingkat konversi lahan di Indonesia bagian timur tidak
setinggi di Indonesia bagian barat. Perubahan ekologi di Indonesia bagian timur
belum seserius seperti di Indonesia bagian barat. Kecuali data statistik daerah
Riau menunjukkan, provinsi itu tidak mengalami kebakaran, hanya tahun 1984,
1993, dan 1995.
PENGAMAT pembangunan kehutanan Ir Titus Sarijanto melihat, selama taraf hidup
petani masih seperti sekarang ini, sementara lahan yang tersedia cukup luas,
maka pembakaran dalam penyiapan lahan yang menghasilkan asap masih tetap akan
terjadi. Karena itu, petani harus didorong agar mampu atau sejahtera sehingga
mereka mampu melaksanakan pertanian sepanjang tahun dengan cara intensif.
Bila petani lahan kering ini mampu melaksanakan pertanian sepanjang tahun
dengan cara intensif, di mana lahan tidak sempat ditumbuhi semak belukar, maka
tidak perlu lagi membakar semak-semak dalam mempersiapkan penanaman.
Pertanian intensif berarti pengolahan lahannya juga intensif dengan pemupukan.
Hal itu berarti petani harus mampu membeli pupuk dan mampu mengolah lahan
dengan baik. Bila lahannya lebih dari dua hektar, berarti harus mampu memakai
mesin. Oleh karena itu, petani harus didorong agar mampu atau sejahtera supaya
bisa melaksanakan pengolahan lahan secara intensif.
Titus Sarijanto yang juga alumnus Fakultas Hutan Institut Pertanian Bogor itu
menjelaskan, jika petani telah memiliki kebun atau hutan tanaman cukup luas, sehari-hari
mereka akan sibuk mengurus kebun atau hutan tanamannya.
Di Malaysia Timur, Sarawak dan Sabah, ungkap Titus, ada juga asap, tetapi
petani tradisional di sana tidak banyak. Mereka sudah banyak yang dapat
mempraktikkan pertanian modern tanpa bakar, karena sebagian besar mereka telah
mampu membiayai penyiapan tanaman dengan mesin atau mekanis. Kalaupun ada
pembakaran, sebagian besar sudah mampu melaksanakan pembakaran terkendali
sehingga tidak merembet ke luar lahannya.
Untuk membuat petani di luar Jawa menjadi petani modern, pemerintah sebenarnya
dapat memanfaatkan peran swasta. "Swasta dapat menjalin kerja sama dengan
petani, misalnya dalam pembuatan/pembangunan hutan tanaman industri atau hutan
rakyat," kata Titus. Sebab, swasta berkepentingan memperoleh bahan baku
bagi industrinya, sedangkan petani berkepentingan memperoleh penghasilan dari
produksi kayu secara terus-menerus.
"Pemerintah sebenarnya cukup menyediakan lahan atau kawasan hutan yang
rusak, sementara modalnya dapat dibantu oleh swasta atau pemerintah dengan dana
reboisasi," ujarnya seraya menunjuk contoh-contoh perusahaan yang telah
melaksanakan program itu di Kalimantan.
Begitu juga di bidang perkebunan, kredit dapat disediakan untuk petani dengan
jaminan dari swasta yang menjadi "bapak angkatnya". Yang harus
dilakukan pemerintah adalah menciptakan sistem yang bersifat saling
menguntungkan, terutama menyangkut perhitungan persentase harga komoditas bahan
baku terhadap harga komoditas setelah diolah.
Titus menambahkan, swasta juga harus mampu memanfaatkan kayu-kayu kecil hasil
pembersihan lahan, agar menghindari kecenderungan pembakaran.
Perusahaan-perusahaan yang dapat memanfaatkan kayu-kayu kecil ini adalah
perusahaan industri pulp atau chip (potongan kayu).
Tentunya masing-masing organisasi diatas memiliki KEPENTINGAN tersendiri
(ekonomi, politik,..),
terlepas dari berbagai kepentingan tersebut , saya mencoba membahas tentang
masalah ini dari segi TEKNIK!!
Menurut saya, yang lebih penting sekarang adalah, bagaimana caranya memadamkan
kebakaran yang terjadi, sehingga tidak sampai berlarut-larut dan memakan
kerugian jiwa maupun materi yang besar!!
Apa itu kebakaran hutan dan lahan?
Kebakaran hutan dan lahan adalah sebuah kejadian terbakarnya kawasan
hutan/lahan baik dalam luasan yang besar maupun kecil. Kebakaran hutan dan
lahan seringkali tidak terkendali dan bila ini terjadi maka api akan melahap
apa saja dihadapannya mengikuti arah angin. Kebalikannya, penyebaran api
kebakaran di lahan gambut justru tidak mengikuti arah angin. Titik api justru
berada dikedalaman lebih dari 2 meter. Pada kawasan gambut rembetan api akan
meluas kesegala arah dan sulit untuk diperkirakan penyebarannya.
Mengapa terjadi kebakaran hutan/lahan ?
Kebakaran terjadi karena dua hal: karena ulah manusia baik disengaja maupun
tidak disengaja dan karena terbakar dengan sendirinya. Kebakaran dengan
sendirinya juga tidak disembarang tempat. Kebakaran dengan sendirinya hanya
terjadi pada daerah yang tanahnya mengandung batubara. Pada daerah lain
mustahil terjadi kebakaran dengan sendirinya. Hal ini disebabkan jenis hutan
alam di Indonesia yang masuk dalam kategori Hutan Tropis (tropical Forest) atau
Hutan Hujan Basah (Rain Forest) sehingga lantai hutan selalu dalam keadaan
basah/lembab.
Untuk unsur kesengajaan, manusia sengaja melakukannya untuk membuka dan
membersihkan lahan. Pembakaran hutan dalam waktu singkat juga diyakini dapat
meningkatkan kesuburan tanah. Pada beberapa kelompok masyarakat yang masih memiliki
kearifan tradisional, pembakaran hutan dilakukan sebulan sebelum musim
penghujan. Hal ini diperlukan karena hutan/lahan yang terbakar dalam waktu yang
lama malah justru menghilangkan kesuburan tanah.
Untuk unsur ketidak sengajaan biasanya terjadi pada musim kemarau panjang.
Dalam musim kemarau, sebatang rokok yang dibuang kesemak yang kering akan mampu
menimbulkan api apabila angin bertiup perlahan. Bekas api unggun yang tidak
mati dengan sempurna juga mampu memicu terjadinya kebakaran hutan/lahan.
Yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan !
Untuk setiap hektar kebakaran hutan/lahan maka akan dihasilkan:
- 18,9 hingga 702 Karbon dioksida
- 1,5 sampai 11,5 Karbon monoksida
- 0,000009 sampai 0,000035 ton Bahan-bahan partikulat
- 0,4 sampai 2,6 juta ton ozon
- 0,0000009 ton amonia
- 0,33 juta ton oksida nitrogen
Benda-benda tersebut diatas sangat berbahaya apabila dihirup oleh manusia.
Penyakit yang bisa ditimbulkan diantaranya Infeksi Saluran Pernafasan Akut,
Bronchitis dan Diare.
Dampak kebakaran hutan/lahan
Dampak terhadap sosial budaya dan ekonomi:
a. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat dan terganggunya aktivitas
sehari-hari.
b. Peningkatan jumlah hama.
c. Terganggunya kesehatan: Brochitis, ISPA, diare dll.
Dampak terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan
a. Hilangnya sejumlah spesies flora dan fauna
b. Terjadinya banjir di daerah yang hutan gambutnya terbakar
c. Polusi udara dan air
d. Pada jangka panjang dapat menurunkan kesuburan tanah
Secara fisik
a. Tanah menjadi rusak dan terbuka sehingga ketika terjadi hujan maka lapisan
tanah teratas akan terbawa ke sungai dan mengendap disana (sedimentasi). Lama
kelamaan sungai menjadi dangkal sehingga ketika musim hujan yang panjang akan
menyebabkan banir
b. Mempercepat proses penggerusan lapisan hara yang dibutuhkan tanaman untuk
tumbuh subur
Secara Kimia
Terjadinya peningkatan keasaman tanah
Secara Biologi
Membunuh organisme tanah yang bermanfaat bagi upaya peningkatan kesuburan tanah
Kerugian dari kebakaran hutan/lahan
a. Hilangnya tegakan kayu hutan di hutan
b. Hilangnya hasil hutan non kayu sperti karet, damar, rotan dll
c. Hilangnya tumbuhan maupun bibit yang bermanfaat bagi manusia, misalnya
tanaman obat dll.
d. Hilangnya tempat berekreasi
e. Hilangnya fungsi penyediaan air bagi pertanian
f. Hilangnya flora dan fauna yang memperkaya pengetahuan manusia
g. Mempercepat terjadinya perubahan iklim (climate change). Pada ketinggian 10
km diatas bumi terdapat lapisan ozon yang tugasnya melindungi bumi dari
beberapa unsur cahaya matahari yang merusak. Ketiadaan lapisan ozon akan
membuat matahari menyinari bumi secara langsung dan mengakibatkan kanker kulit
pada manusia. Karbon yang terlepas ke udara dari hasil kebakaran hutan/lahan
akan menyebabkan lapisan ozon rusak sehingga bahan berbahaya dari matahari akan
sampai ke bumi tanpa halangan. Disamping itu, karbon tersebut juga akan
terperangkap di atas awan pada ketinggian 5 Ć¢€“ 7 km. Akibatnya, panas dari
sinar matahari tidak dapat keluar dari bumi sehingga suhu udara akan semakin
bertambah. Suhu udara di bumi rata-rata bertambah 2 derajad celcius setiap 10
tahun sejak 1980. hal ini terjadi salah satunya akibat hilangnya hutan dan
kebakaran hutan.
Mencegah kebakaran hutan dan lahan
1. Jangan melakukan pembakaran untuk melakukan pembukaan lahan
2. Mintalah petunjuk kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan maupun Dinas
Pertanian setempat tentang tatacara pembukaan lahan tanpa bakar. Bila dinas
setempat tidak memilikinya, lakukan cara berikut ini:
a) Tebanglah pohon dan semak belukar pada lahan yang ingin anda gunakan untuk
berkebun,
b) Potong-potong/cacah pohon/ranting/semak tersebut dan sebarkan kesekeliling
lahan anda
c) Jangan gunakan bahan kimia untuk mematikan pohon/.semak. Dalam jangka
panjang, penggunaan bahan kimia terus menerus akan membuat tanah kehilangan
kemampuan untuk beregenerasi (mengembalikan kesuburan), akibatnya kebutuhan
anda untuk pupuk dimasa mendatang akan semakin bertambah.
d) Biarkan sisa semak dan pepohonan yang telah anda cacah tersebut mengering
selama lebih kurang sebulan. Bila memungkinkan siramlah air kesegala penjuru
lahan anda untuk membantu mempercepat proses pembusukan.
e) Tanamlah bibit anda disela-sela batang pohon/potongan ranting/ semak
tersebut. Hal tersebut sangat berguna sebagai pupuk bagi tanaman anda.
3. Bangunlah sumur di lahan anda sehingga anda tidak akan kesulitan mencari air
seandainya terjadi kebakaran yang tidak terkendali di lahan ataupun diluar
lahan anda. Jangan lupa agar kampung anda menyediakan setidaknya dua buah mesin
robin untuk menyedot dan menyemprotkan air ditambah selang sepanjang minimal 50
meter, dua buah.
4. Bila memungkinkan, galilah parit disekeliling lahan anda, minimal
disekeliling rumah anda dengan dalam/lebar minimal 30/30 centimeter. Periksalah
menjelang musim kemarau agar tidak terjadi pendangkalan. Parit ini sangat
berguna untuk mencegah api memasuki lahan/daerah rumah anda.
5. Ajak tetangga dan warga kampung anda untuk membuat sistem peringatan
sederhana apabila terjadi kebakaran. Kentongan merupakan sarana yang paling
murah untuk sebuah sistem peringatan. Pukulah kentongan sebanyak mungkin
apabila terjadi kebakaran hutan/lahan untuk memperingatkan tetangga-tetangga
anda.
Yang sebaiknya dilakukan jika terjadi kebakaran hutan dan lahan
1. Pukulah kentongan untuk memberitahu tetangga dan atau warga kampung anda dan
pemerintah daerah setempat.
2. Buatlah team kecil 4 Ć¢€“ 5 orang dan masing-masing menggunakan mesin robin
dan selang yang tersedia untuk melakukan pemadaman. Bawalah parang dan cangkul.
3. Bila dirasa air tidak akan mampu untuk menghentikan kebakaran, lakukan cara
ini:
a) Tebang pohon yang ada didaerah tersebut sebanyak-banyaknya, tumpuklah di
mana api akan datang. Ingat, api datang berdasarkan arah angin. Basahi telunjuk
anda dan acungkan keatas untuk merasakan dari mana arah angin datang.
b) Mulailah menggali dengan jarak lebih kurang 10 meter dari tumpukan pohon.
Gali dengan kedalaman dan luas 30/30 centimeter lalu dengan mesin robin anda
tuangkan air sebanyak2nya kedalam saluran tersebut.
c) Pada lahan gambut, anda hanya cukup membelah tanah gambut dengan parang yang
tajam sedalam mungkin pada dua sisi yang berbeda dengan jarak antar sisi 30
centimeter. Bila persediaan air dalam gambut masih cukup banyak maka tanah
hasil tebasan parang anda akan tenggelam dengan sendirinya dan membentuk parit.
d) Bersiap-siaplah untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan diri dan
keluarga anda.
Yang dilakukan bila kebakaran hutan dan lahan mengurung anda
1. Jangan panik!
2. Basahi telunjuk anda dan ancungkan untuk mengetahui arah angin!
3. Kumpulkan keluarga anda, mintakan mereka untuk menggunakan sepatu yang bukan
terbuat dari karet dan celana panjang dari bahan yang cukup tebal!
4. Ambil selimut/seprai tebal atau kain sarung berlapis-lapis dan tutuplah
sekujur tubuh anda kecuali mata!
5. Siramlah air sebanyak-banyaknya sehingga selimut/seprai/sarung dan tubuh
anda menjadi basah kuyup!
6. Teroboslah api sambil berlari mengikuti arah angin sampai ketempat yang
benar-benar aman. Jangan lari melawan arah angin!
Famous Bitterroot Valley Wildfire Photo
John McColgan, BLM
Berikut adalah beberapa foto kebakaran hutan yang terjadi di
berbagai belahan dunia. Hutan ! Siapa lagi kalau bukan kita yang pelihara.
Lihat betapa mengerikan..
Memang mengerikan Kang Evoel, apalagi kalau kita lihat berita kebakaran di
Australia baru-baru ini yang memakan korban nyawa sampai mencapai 200 orang.
Mudah-mudahan itu peringatan untuk selalu waspada dan mengingatkan kita agar
selalu menjaga kelestarian hutan-hutan kita
Above: Uncontrolled forest fires sprang up all over Indonesia in late
1997 and early 1998, especially on the islands of Sumatra and Borneo. This
smoky fire occured in Borneo's East Kalimantan province. Credit: Global Fire
Monitoring Center.
Kebakaran liar, atau juga kebakaran hutan, kebakaran vegetasi,
kebakaran rumput, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di
alam liar, tetapi dapat juga memusnahkan rumah-rumah atau sumber daya
pertanian. Penyebab umum:termasuk petir sekecerobohan mansusia dan pembakaran
lahan
Berbagai organisasi lingkungan sedunia meminta Pemerintah
Indonesia menyelamatkan hutan rawa gambut di Sumatera. Pembalakan liar dan alih
fungi lahan menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) menjadi ancamannya.
Penegasan itu disampaikan bersama oleh NGO Internasional, CAPPA, Robin Wood dan
Friends of Earth, Jikalahari dari Indonesia dalam siaran pers yang diterima
detikcom, Kamis (20/04/2006). Mereka menyatakan, salah satu hutan gambut tropis
terbesar di dunia berada di Sumatera.
Hutan bergambut itu diperkirakan akan segera hilang akibat penebangan liar dan
alih fungsi menjadi tanaman industri oleh perusahaan kertas APRIL dan APP.
Aktivis Jikalahari, Zulfahmi menjelaskan, semenanjung Kampar Provinsi Riau
masih memiliki lebih dari 400,000 hektar hutan rawa gambut.
Itu adalah salah satu hutan dataran rendah terbesar di Sumatera. Kawasan ini
merupakan habitat bagi Harimau Sumatera dan beberapa species yang terancam
punah. Karbon yang dikeluarkan akibat Kerusakan pada kawasan hutan rawa
berpengaruh terhadap perubahan iklim global.
“Hutan di Riau terus dirusak untuk memenuhi permintaan bubur kayu dan
perusahaan kertas APP dan APRIL,” kata Zulfahmi. Kedua perusahaan kertas
mengalihfungsikan lebih dari satu juta hektar hutan untuk pemenuhan bahan baku.
Dalam dua tahun terakhir APRIL telah menghabiskan 50,000 hektar hutan rawa
gambut di Kabupaten Pelalawan dan pembangunan jalan untuk mengakses semenanjung
Kampar. Studi dilakukan ProForest, selaku konsultan APRIL, menyatakan
perusahaan itu merusak keseimbangan “water level” dari rawa gambut semenanjung
Kampar.
Jalan yang membelah hutan bergambut itu, bisa merusak keseluruhan ekosistem
rawa. Padahal sejak pertengahan tahun lalu, berbagai organisasi lingkungan
sudah meminta pemerintah agar kawasan tersebut dijadikan Taman Nasional.
“Hal itu penting untuk menghentikan beberapa aktifitas penebang liar yang
dilakukan masyarakat atau industri,” kata Rully Syumanda, forests campaigner
dari Friends of the Earth Indonesia.
Organisasi lingkungan ini menuntut pemerintah menghentikan segala aktivitas
penebangan kayu untuk kepentingan dua pabrik kertas di Riau. “Sepanjang APRIL
dan APP mengkonversi hutan alam, rekanan bisnis, pemerintah dan NGO perlu
membekukan hubungan mereka dengan perusahaan ini,” kata Jans Witing dari
RobinWood.
Perluasan industri harus dihentikan
Kerusakan Hutan
Pekanbaru, Kompas - Pemerintah Provinsi Riau harus menghentikan perluasan
industri yang berbasis konversi hutan. Hilangnya hutan alam seluas 3,7 juta
hektar antara 1982-2005 menyebabkan alam berada pada titik jenuh dan tidak
sanggup lagi mendukung sektor industri itu. Salah satu dampak yang paling nyata
dirasakan masyarakat adalah banjir yang setiap tahun semakin parah.
Demikian pernyataan bersama Walhi Riau, Jaringan Kerja Penyelamat
Hutan Riau (Jikalahari), dan Yayasan Elang, Kamis (11/1), di Pekanbaru.
Raflis dari Jikalahari mengatakan, dari citra satelit 2005, hutan alam lahan
kering diperkirakan tersisa 1,057 hektar. Sedang hutan alam lahan basah atau
hutan gambut yang tersisa sekitar 1,937 hektar. Sampai tahun 2000, terdapat 312
unit industri kehutanan dengan kapasitas produksi mencapai 4,9 juta ton per
tahun. Kayu yang dibutuhkan untuk seluruh industri itu tidak kurang dari 15,8
juta meter kubik per tahun. "Padahal, kemampuan produksi hutan alam saat
itu hanya sekitar 1,1 juta meter kubik per tahun," tuturnya.
Direktur Eksekutif Walhi Riau, Johny Mundung, mengatakan, pemerintah harus mengeluarkan
moratorium penebangan hutan alam yang tersisa. "Biarkan hutan bernapas
dulu sekitar 35 tahun, dengan menghentikan perambahan hutan," tuturnya.
Susanto Kurniawan dari Yayasan Elang menambahkan, pada tahun 2004 hutan yang
masih tersisa di tiap daerah aliran sungai rata-rata sekitar 30 persen. Dia
mencontohkan, di Sungai Indragiri, hanya 807.556 hektar hutan yang tersisa atau
32,6 persen dari luas hutan yang ada. (ART)
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/12/sumbagut/3234585.html
Hutan Riau Tidak Memadai untuk Industri
Laporan Wartawan Kompas Agnes Rita Sulistyawaty
PEKANBARU, KOMPAS - Tiga LSM yakni Walhi Riau, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan
Riau (Jikalahari), dan Yayasan Elang, Kamis (11/1), mendesak pemerintah untuk
menghentikan industri yang berbasis lahan.
Raflis dari Jikalahari mengatakan dari citra satelit 2005, hutan alam lahan
kering di Riau diperkirakan tersisa 1,057 hektar saja. Sedangkan, hutan alam
lahan basah atau hutan gambut yang tersisa sekitar 1,937 hektar.
Sampai tahun 2000, terdapat 312 unit industri kehutanan yang beroperasi di
Riau. Kapasitas produksi seluruhnya 4,9 juta ton per tahun. Kayu yang
dibutuhkan untuk seluruh industri itu tidak kurang dari 15,8 juta meter kubik
per tahun. “Padahal, kemampuan produksi hutan alam saat itu hanya sekitar 1,1
juta meter kubik per tahun,” tuturnya.
Johny Mundung, Direktur Eksekutif Walhi Riau, mengatakan pemerintah perlu
bersikap tegas dengan mengeluarkan moratorium penebangan hutan alam yang
tersisa. “Biarkan hutan bernafas dulu sekitar 35 tahun, dengan menghentikan
perambahan hutan,” tuturnya.
Susanto Kurniawan dari Yayasan Elang menambahkan, hutan yang masih tersisa di
setiap daerah aliran sungai rata-rata sekitar 30 persen, pada tahun 2004. Di
Sungai indragiri, hutan yang tersisa 807.556 hektar atau 32,6 persen dari luas
hutan di sepanjang aliran sungai ini.
Kondisi serupa terjadi di Sungai kampar yang menyisakan 934.336 hektar hutan
atau 37,9 persen dari total hutan. Di sungai rokan, hutan yang tersisa 621.448
hektar atau 36,9 persen, dan 913.628 hektar atau 40,8 persen di sungai siak. Di
keempat sungai itulah, banjir terjadi di Provinsi Riau.
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). (Rum 41)
Akhir akhir ini sering terjadi bencana alam yang melanda kota,
desa dan kampung, merusak bangunan, harta benda bahkan meminta korban jiwa yang
tidak sedikit. Tanah longsor, banjir bandang, sungai meluap, kebakaran hutan,
kekeringan dan lain sebagainya. Jika diteliti ternyata semua bencana itu
bersumber dari ulah segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.
Penebangan pohon dihutan yang semena mena mengakibatkan hutan jadi
gundul dan gersang. Ketika hujan turun tidak ada lagi pohon yang menahan air
hujan. Dahulu semua air yang turun ditahan oleh pepohonan, kemudian meresap dan
disimpan didalam tanah. Sekarang tidak ada lagi pepohonan yang menahan air
hujan, air terus meluncur kesungai mengalir deras menuju laut. Sungai yang ada
tidak mampu menampung luapan air , akibatnya terjadilah banjir di mana mana.
Penebangan pohon dengan semena mena oleh segelintir orang telah menimbulkan
kerusakan dan bencana berkepanjangan. Musim hujan terjadi banjir dimana mana.
Musim panas terjadi kekeringan dan kesulitan mendapatkan air bersih.
Kebakaran hutan Indonesia menjadi ancaman global Greenpeace
menuntut pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan konversi hutan gambut
Indoneisa terbakar lagi. Asap dari api yang dinyalakan untuk membuka lahan di
Kalimantan Selatan (Borneo) dan Sumatera menyebabkan tingkat polusi di
Singapura, Kuala Lumpur, dan Bangkok meningkat, menyebabkan munculnya masalah
kesehatan yang berkaitan dengan asap, kecelakaan lalu lintas, dan biaya ekonomi
yang menyertainya. Negara-negara tetangga pun kembali menuntut adanya tindakan
namun pada akhirnya tetap saja kebakaran akan berlangsung hingga datangnya
musim hujan. Kebakaran ini - dan asap yang mencekik - telah menjadi peristiwa
tahunan di Indonesia. Beberapa tahun lebih buruk dari tahun-tahun yang lain -
terutama saat kondisi el Nino yang kering mengubah hutan kawasan ini menjadi
sangat mudah terbakar - tapi keseluruhan trend ini tidaklah baik.
Kesalahan seharusnya ditimpakan pertama kali pada pemerintah Indonesia atas
kegagalan sistematis untuk menggalakkan hukum yang didesain untuk mengurangi
tingkat penggundulan hutan yang mengejutkan di negara ini. Sejak 1990,
angka-angka resmi telah menunjukkan bahwa Indonesia telah kehilangan seperempat
dari keseluruhan luas hutannya. Berkurangnya hutan-hutan primer itu menjadi
lebih buruk: hampir 31 persen dari hutan tua kepulauan ini telah jatuh ke
tangan penambang dan pengembang lahan pada periode yang sama. Bahkan, tingkat
penggundulan hutan ini tidak melambat. Berkurangnya hutan dalam satu tahun
telah meningkat hingga 19 persen sejak akhir 1990an, sementara setiap tahunnya
berkurangnya hutan primer telah meluas hingga 26 persen. Statistik ini seharusnya
menjadi sesuatu yang memalukan bagi Indonesia dan bukti ketidakmampuan
pemerintah mengatasi berkurangnya hutan dan ketidakmampuan dalam menanggulangi
kroni dan korupsi.
Berkurangnya hutan di Indonesia
Penyebab langsung berkurangnya hutan di Indonesia tidaklah kompleks. Kebanyakan
penggundulan hutan adalah akibat dari penebangan hutan dan pengubahan hutan
menjadi pertanian. Saat ini Indonesia menjadi eksportir kayu tropis terbesar di
dunia - suatu komoditas yang menghasilkan hingga 5 milyar USD tiap tahunnya -
dan produsen minyak kelapa terbesar kedua, salah satu dari minyak sayur paling
produktif di dunia, digunakan di apa pun mulai dari biskuit hingga biofuel.
Penebangan kayu secara legal berdampak pada 700.000-850.000 hektar hutan setiap
tahunnya di Indonesia, namun penebangan hutan ilegal yang telah menyebar
meningkatkan secara drastis keseluruhan daerah yang ditebang hingga 1,2-1,4
juta hektar, dan mungkin lebih tinggi - di tahun 2004, Menteri Lingkungan Hidup
Nabiel Makarim mengatakan bahwa 75 persen dari penebangan hutan di Indonesia
ilegal. Meskipun ada larangan resmi untuk mengekspor kayu dari Indonesia, kayu
tersebut biasanya diselundupkan ke Malaysia, Singapura, dan negara-negara Asia
lain. Dari beberapa perkiraan, Indonesia kehilangan pemasukan sekitar 1 milyar
dollar pertahun dari pajak akibat perdagangan gelap ini. Penambangan ilegal ini
juga merugikan bisnis kayu yang resmi dengan mengurangi suplai kayu yang bisa
diproses, serta menurunkan harga internasional untuk kayu dan produk kayu.
Penebangan hutan di Indonesia telah membuka beberapa daerah yang paling
terpencil, dan terlarang, di dunia pada pembangunan. Setelah berhasil menebangi
banyak hutan di daerah yang tidak terlalu terpencil, perusahaan-perusahaan kayu
ini lantas memperluas praktek mereka ke pulau Kalimantan dan Irian Jaya, dimana
beberapa tahun terakhir ini banyak petak-petak hutan telah dihabisi. Sebagai
contoh, lebih dari 20 persen ijin penebangan di Indonesia berada di Papua, naik
dari 7 persen di tahun 1990an.
Selain penebangan, pengubahan hutan untuk pertanian ukuran besar, terutama
perkebunan kelapa sawit, telah menjadi kontributor penting bagi berkurangnya
hutan di Indonesia. Kawasan kelapa sawit meluas dari 600.000 hektar di tahun
1985 menjadi lebih dari 5,3 juta hektar di tahun 2004. Pemerintah berharap
kondisi ini akan berlipat ganda dalam waktu satu dekade dan, melalui program
transmigrasi, telah mendorong para petani untuk mengubah lahan hutan liar
menjadi perkebunan. Karena cara termurah dan tercepat untuk membuka lahan
perkebunan adalah dengan membakar, upaya ini justru memperburuk kondisi: setiap
tahun ratusan dari ribuan hektar are berubah menjadi asap saat pengembang dan
agrikulturalis membakar kawasan pedalaman sebelum musim hujan datang di bulan
Oktober atau November.
Kegagalan pemerintah
Walau Indonesia memiliki hukum untuk melindungi hutan dan membatasi pembakaran
pertanian, mereka diterapkan dengan sangat buruk. Manajemen hutan di Indonesia
telah lama dijangkiti oleh korupsi. Petugas pemerintahan yang dibayar rendah
dikombinasikan dengan lazimnya usahawan tanpa reputasi baik dan politisi licik,
ini berarti larangan penebangan hutan liar yang tak dijalankan, penjualan
spesies terancam yang terlupakan, peraturan lingkungan hidup yang tak
dipedulikan, taman nasional yang dijadikan lahan penebangan pohon, serta denda
dan hukuman penjara yang tak pernah ditimpakan. Korupsi, dikombinasikan dengan
kroniism yang muncul pada masa mantan Presiden Jendral Soeharto (Suharto),
telah beberapa kali merusak upaya mengendalikan kebakaran hutan: 1997, negara
ini tak dapat menggunakan dana spesial reboisasi non-bujeter mereka untuk
melawan kebakaran karena dana tersebut telah dialokasikan untuk proyek mobil
yang gagal milik anak diktator tersebut. Saat ini pemerintah masih menolak
untuk menghukum mereka yang melanggar hukum yang melarang menggunakan api untuk
membuka lahan. Ini waktunya bagi pemerintah Indonesia untuk mulai serius
menangani penggundulan hutan dan kebakaran yang kerap terulang. Komitmen
politis adalah kuncinya - tanpanya, sumbangan-sumbangan uang dalam jumlah besar
akan terus dihamburkan tanpa menghentikan penebangan hutan ilegal dan
berkurangnya hutan.
Pemerintah sebaiknya meratifikasi Perjanjian ASEAN mengenai Polusi Asap Antar
Negara, konvensi yang ditandatangani pada tahun 2002 menindaklanjuti kebakaran
hutan tahun 1997-1998. PErjanjuan ini membutuhkan kerjasama multinasional untuk
melawan kebakaran di kawasan tersebut. Meratifikasi perjanjian itu akan menjadi
sinyal awal komitmen politis terhadap permasalahan yang ada, namun pemerintah
kemudian harus melanjutkannya dengan implementasi dan inisiatif 'good
governance', seperti menerapkan larangan pembakaran lahan dengan ketat. Tanpa
penerapan ini, hukum tak akan ada gunanya. Indonesia tak akan lagi dapat
mengabaikan aktifitas kriminal dengan kepentingan kuat. Sebagai contoh,
Indonesia perlu untuk menindaklanjuti permintaan Malaysia untuk menuntut
perusahaan-perusahaan Malaysia yang terlibat dalam pembakaran hutan di Kalimantan
Selatan dan Sumatera. Perusahaan yang terbukti bertanggungjawab atas pembakaran
ilegal, tak peduli dimana mereka berada, akan kehilangan ijin usahanya dan
petugas-petugasnya di penjara.
Saat kebakaran berkurang musim dingin ini, Indonesia seharusnya menyelidiki
kemungkinan yang ditawarkan oleh pasar karbon yang muncul ini yang dapat
memberikan pemasukan bagi negara dengan melindungi hutan dari pengembangan.
Inovasi strategis lain - dari sertifikasi agrikultural dan kayu yang
komprehensif hingga sponsor oleh pihak swasta untuk konservasi hutan -
seharusnya juga tidak dilupakan. Tim Greenpeace baru-baru ini menyaksikan
dampak kebakaran hutan yang berkobar lagi di Propinsi Riau walau sudah ada
janji-janji dari pihak pemerintah untuk menghentikan bencana tahunan tersebut
agar tidak terulang kembali. Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah kaca
terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan Amerika Serikat (1) dan hal ini
sebagian besar disebabkan oleh deforestasi, konversi lahan dan kebakaran hutan.
"Siklus terjadinya kebakaran hutan terus menerus serta pengrusakan hutan
di Indonesia harus mulai dianggap sebagai masalah global karena negara kita
merupakan penyumbang besar terhadap perubahan iklim dunia. Pemerintah harus
mengambil langkah lebih berani untuk mencegah masalah ini dengan pertama-tama
mendeklarasikan moratorium atas penghancuran dan konversi hutan gambut secara
nasional,” kata Hapsoro, Juru Kampanye Greenpeace Asia Tenggara. Panel Antar
Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) telah menyoroti Indonesia, setelah
mengungkapkan bahwa 50 persen dari potensi mitigasi perubahan iklim dunia dapat
dicapai dengan mengurangi emisi yang disebabkan oleh deforestasi (2). Indonesia
memiliki kawasan hutan alam asli (intact ancient forests) terbesar di Asia namun
kawasan tersebut mengalami laju kehancuran lebih cepat dari wilayah lain di
dunia.
Hasil dokumentasi lapangan Greenpeace di Riau menemukan hubungan erat antara
kebakaran hutan dan konversi lahan hutan gambut oleh perusahaan-perusahaan
kelapa sawit yang beroperasi di propinsi tersebut. Data satelit juga
mengungkapkan korelasi yang kuat antara kebakaran hutan dan
perkebunan-perkebunan yang beroperasi di wilayah itu. Kombinasi antara konversi
lahan gambut dan kebakaran hutan mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup
secara global akibat besarnya jumlah karbon dioksida (CO2) yang terlepas ke
atmosfir sehingga makin memperburuk iklim.
“Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan antar-pemerintah terpenting di
Bali Desember nanti yang akan membahas isu perubahan iklim. Kami berharap
pemerintah akan mengambil kesempatan ini untuk menunjukkan perannya dalam usaha
dunia mencegah krisis global ini. Selain mencari dukungan komunitas
internasional, pemerintah juga harus menunjukkan itikad baiknya dengan cara menghentikan
kehancuran hutan gambut lebih jauh. Pemerintah juga harus menegakkan hukum yang
berlaku terhadap perusahaan dan perkebunan kelapa sawit yang melanggar dan
secara sengaja menyulut api untuk membuka lahannya,” tambah Hapsoro.
Greenpeace adalah organisasi kampanye independen yang menggunakan konfrontasi
kreatif dan tanpa kekerasan untuk mengungkap masalah lingkungan hidup dan
mendorong solusi yang diperlukan untuk masa depan yang hijau dan damai.